Wednesday, April 21, 2010

Mengenal irama Al-Qur'an dan kilasan sejarahnya

Kognisi dan psikomotorik umat Islam terhadap nagham tidak selazim ilmu tajwid. Kata nagham secara etimologi paralel dengan kata ghina yang bermakna lagu atau irama. Secara terminologi nagham dimaknai sebagai membaca Al Quran dengan irama (seni) atau suara yang indah dan merdu atau melagukan Al Quran secara baik dan benar tanpa melanggar aturan-aturan bacaan.
Keberadaan ilmu nagham, tidak sekedar realisasi dari firman Allah dalam suroh Al Muzzammil ayat 4,”Bacalah Al Quran itu secara tartil”, akan tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari eksistensi manusia sebagai makhluk yang berbudaya yang memiliki cipta, rasa, dan karsa. Rasa yang melahirkan seni (termasuk nagham) merupakan bagian integral kehidupan manusia yang didorong oleh adanya daya kemauan dalam dirinya. Kemauan rasa itu sendiri timbul karena didorong oleh karsa rohaniah dan pikiran manusia.
Nagham merupakan salah satu dari sekian ekspresi seni yang menjadi bagian integral hidup manusia. Bahkan nagham ini telah tumbuh sejak lama. Ibnu Manzur menyatakan bahwa ada dua teori tentang asal mula munculnya nagham Al Quran. Pertama, nagham Al Quran berasal dari nyanyian nenek moyang bangsa Arab. Kedua, nagham terinspirasi dari nyanyian budak-budak kafir yang menjadi tawanan perang. Kedua teori tersebut menegaskan bahwa lagu-lagu Al Quran berasal dari khazanah tradisional Arab (tentu saja berbau padang pasir). Dengan teori ini pula ditegaskan bahwa lagu-lagu Al Quran idealnya bernuansa irama Arab. Sehingga apa yang pernah ditawarkan Mukti Ali dalam sebuah kesempatan pertemuan ilmiah tentang pribumisasi lagu-lagu Al Quran (misalnya menggunakan langgam es lilin dan dandang gulo) tidak dapat diterima. Pada Masa akhir ini sesuai dengan perkembangan maka melalui teori konvergensi asal bersesuaian dengan nahga arab klasik.
Meski kedua teori tersebut hampir benar adanya tapi tetap saja muncul permasalahan. Jika memang benar nagham Al Quran berasal dari seni Arab lalu siapakah yang pertama kali mengkonversikannya untuk lagu Al Quran ? Sampai di sini ketidakjelasan. Dan lagi, jika memang benar nagham Al Quran berasal dari nyanyian tentu dapat direpresentasikan dalam not balok atau oktaf tangga nada. Tapi kenyataannya tidaklah demikian, nagham Al Quran sangat sulit ditransfer ke dalam notasi angka atau nada. Dan karena sifat eksklusifisme inilah kemudian yang “memaksa” bahwa metode sima’i, talaqqi, dan musyahafah merupakan satu-satunya cara dalam mentransmisikan lagu-lagu Al Quran
Pada zamannya, Rasulullah SAW adalah seorang qari’ yang membaca Al Quran dengan suara indah dan merdu. Abdullah bin Mughaffal pernah mengilustrsikan suara Rasulullah dengan terperanjatnya unta yang ditunggangi Nabi ketika Nabi melantunkan suroh Al Fath. Para sahabat juga memiliki minta yang besar terhadap ilmu nagham ini. Sejarah mencatat sejumlah sahabat yang berpredikat sebagai qari’, diantaranya adalah : Abdullah Ibnu Mas’ud dan Abu Musa Al Asy’ari. Pada periode tabi’in, tercatat Umar bin Abdul Aziz dan Safir Al Lusi sebagai qari’ kenamaan. Sedangkan periode tabi’ tabi’in dikenal nama Abdullah bin Ali bin Abdillah Al Baghdadi dan Khalid bin Usman bin Abdurrahman.
Kendati di masa awal Islam sudah tumbuh lagu-lagu Al Quran, namun perkembangannya tak bisa dilacak karena tak ada bukti yang dapat dikaji. Hal ini dimungkinkan karena pada saat itu belum ada alat perekam suara. Transformasi seni baca Al Quran berlangsung secara sederhana dan turun temurun dari generasi ke generasi. Sejarah juga tak mencatat perkembangan pasca tabi’in. Apresiasi terhadap seni Al Quran semakin tenggelam seiring dengan semakin maraknya umat Islam melakukan olah akal (berfilsafat), olah batin (tasawwuf), dan olah laku ibadah (berfiqh). Selain itu, barangkali ini yang paling mendasar bahwa dibutuhkan kemampuan khusus untuk masuk dalam kualifikasi qari’, terumata menyangkut modal suara. Modal ini lebih merupakan hak perogratif Allah untuk diberikan kepada yang dikehendaki-Nya.
Pada abad ke-20, kedua model lagu tersebut masuk ke Indonesia. Transmisi lagu-lagu tersebut dilakukan oleh ulama-ulama yang mengkaji ilmu-ilmu agama di sana yang pulang ke tanah air untuk mengembangkan ilmunya, termasuk seni baca Al Quran. Lagu Makkawi sangat digandrungi di awal perkembangannya di Indonesia karena liriknya yang sangat sederhana dan relatif datar. Lagu Makkawi mewujud dalam barzanji. Beberapa qari’ yang menjadi eksponen aliran ini adalah : KH Arwani, KH Sya’roni, KH Munawwir, KH Abdul Qadir, KH Damanhuri, KH Saleh Ma’mun, KH Muntaha, dan KH Azra’i Abdurrauf.
Memasuki paruh abad 20, seiring dengan eksebisi qari’ Mesir ke Indonesia, mulai marak berkembangan lagu model Mishri. Pada tahun 60-an pemerintah Mesir mensuplai sejumlah maestro qari’ seperti Syeikh Abdul Basith Abdus Somad, Syeikh Musthofa Ismail, Syeikh Mahmud Kholil Al Hushori, dan Syeikh Abdul Qadir Abdul Azim. Animo dan atensi umat Islam Indonesia terhadap lagu-lagu Mishri demikian tinggi. Hal ini disebabkan karakter lagu Mishri yang lebih dinamis dan merdu. Keadaan ini cocok dengan kondisi alam Indonesia. Sejumlah qari’ yang menjadi elaboran lagu Mishri adalah : KH Bashori Alwi, KH Mukhtar Lutfi, KH Aziz Muslim, KH Mansur Ma’mun, KH Muhammad Assiry, dan KH Ahmad Syahid.
Seni baca Al Quran baru menampakkan geliatnya pada awal abad 20 M yang berpusat di Makkah dan Madinah serta di Indonesia sebagai negeri berpenduduk mayoritas Muslim yang sangat aktif mentransfer ilmu-ilmu agama (termasuk nagham) sejak awal 19 M. Hingga hari ini Makkah dan Mesir merupakan kiblat nagham dunia. Masing-masing kiblat memiliki karakteristik tersendiri. Dalam makkawi dikenal lagu Banjakah, Hijaz, Mayya, rakby, Jiharkah, Sikah, dan Dukkah. Sementara pada Misri terdapat Bayyati, Hijaz, Shoba, Rashd, Jiharkah, Sikah, dan Nahawand.
Nagham Yang sangat sering ditampilkan Qari /Qari’ah dimasa kini:
1. Nagham bayati yang terdiri dari  bayati qoror, bayati  nawa, bayati jawab, bayati jawabul jawab
2. Nagham shaba yang terdiri dari shoba Asli, shoba jawab, shoba ajami salalim su’ud, shoba ajami salalim nuzul. Shoba bastanjar
3. nagham Hijaz yang terdiri dari hijaz asli, hijas kard, hijaz kard-kurd, hijaz kurd
4.Nagham nahawand yang terdiri nahawand asli , nahawand usysyaq
5. Naghan sikka yang terdiri diri sikka asli,sikka ramal, sikka misri, sikka turki
6. nagham ras yang terdiri dari ras asli, ras alan nawa, ras syabir
Nagham ini bisa dikembangkan dengan bermacam variasi, yang dikembangkan dengan banyak mendengarkan bacaan syeh Mustopha Ismail,syeh mustopa Ghalwas  dan lainnya dan juga dengan banyak mendengarkan lagu-lagu padang pasir dari sumber aslinya, seperti lagu-lagu ummi kulsum, Muhammad Abdul Wahhad dan lannya. Kita dapat mengembangkan sendiri dan bisa juga dengan memasukkan irama lainya yang munasabah(sesuai).

Sumber: http://www.topblogarea.com/rss/Quran.htm

Tuesday, April 20, 2010

SEJARAH PEMBUKUAN AL-QUR’AN

SEJARAH PENULISAN DAN PEMBUKUAN AL-QUR’AN

A.Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi dan Khulafa’ Rosyidin
1.Penulisan pada masa Nabi
Rasulullah menerima ayat-ayat Al-Qur’an tidak dalam jumlah yang tetap. Adakalanya satu ayat, beberapa ayat dan adakalanya satu surat. Setiap ada ayat atau surat  yang diturunkan Allah, Rasul langsung menghafalnya. Kemudian beliau mengajarkan pada para sahabatnya, dan menyuruh mereka menghafal ayat-ayat tersebut.
Di samping Nabi menekankan pentingnya penghafalan oleh para sahabat, beliau pun menyuruh beberapa orang sahabatnya yang pandai menulis dan membaca untuk menuliskan ayat atau surat Al-Qur’an itu. Para penulis wahyu Al-Qur’an yang termasyhur antara lain:
1.Zaid bin Tsabit
2.Ubay bin Ka’ab
3.Muadz bin Jabal
4.Muawiyah bin Abi Sufyan dan Khulafa’ Rosyidin.
Mengenai teknik penulisan Al-Qur’an pada masa Rasul diterangkan bahwa setiap kali Rasul menerima wahyu, seketika itu diusahakan penulisannya oleh para sahabat, sebagaimana diterangkan oleh Utsman sebagai berikut:
قَالَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُنْزَلُ عَلَيْهِ السُّوَرُ ذَوَاتُ الْعَدَدِ فَكَانَ إِذَا أُنْزِلَ عَلَيْهِ شَيْءٌ دَعَا بَعْضُ مَنْ يَكْتُبُ فَيَقُوْلُ "ضَعُوْا هَذِهَ الآيَاتِ فِي السُّوَرِ الَّتِي يُذْكَرُ فِيْهَا كَذَا وَكَذَا.
Artinya:
“Utsman berkata bahwa kepada Rasulullah diturunkan surat-surat yang masing-masing mempunyai sejumlah ayat. Apabila ada ayat diturunkan kepada beliau, beliau memanggil di antara para penulis wahyu dan memerintahkan “letakkan ayat-ayat ini dalam surat yang di sana disebutkan ini dan ini”.
Keterangan Utsman tersebut bukan hanya menerangkan perbuatan Rasulullah pada waktu-waktu tertentu, menerangkan pula yang selalu beliau lakukan setiap ada ayat Al-Qur’an diturunkan kepada beliau.
Para sahabat waktu itu menulis Al-Qur’an pada kepingan-kepingan batu, pelepah kurma, kulit binatang dan tulang. Tulisan-tulisan wahyu Al-Qur’an yang terdapat dalam benda-benda sederhana itu disimpan di rumah Rasulullah.
Untuk menghidari tercmpurnya Al-Qur’an dengan Hadits, Nabi dengan tegas melarang sahabat menuliskan selain Al-Qur’an. Beliau bersabda:
لاَ يَكْتُبُوْا عَنِّيْ شَيْئًا إِلاَّ الْقُرْآنَ. وَمَنْ كَتَبَ شَيْئًا غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْعُهُ (رواه مسلم)
Artinya:
“Janganlah kalian menulis sesuatu yang berasal dariku kecuali Al-Qur’an. Barangsiapa menulis dariku selain Al-Qur’an hendaklah ia menghapusnya”.
Di antara faktor yang mendorong penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi adalah:
1.Membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabat.
2.Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna. Bertolak dari hafalan para sahabat saja tidak cukup karena terkadang mereka lupa atau sebagian dari mereka ada yang sudah wafat. Adapun tulisan tetap terpelihara walaupun tidak ditulis pada satu tempat.
1.Penulisan Al-Qur’an pada masa Khulafa’ Rosyidin
a.Masa Abu Bakar As-Siddiq
Pada dasarnya seluruh Al-Qur'an sudah ditulis pada masa Nabi, hanya saja surat-surat dan ayat-ayatnya ditulis dengan terpencar-pencar. orang yang pertama kali menyusunya dalam sat mushaf adalah Abu Bakar As-Siddiq. Usaha pengumpulan tulisan Al-Qur'an itu terjadi setelah perang yamamah yang terjadi pada tahun 12 H. Pertempuran yang bertujuan menumpas para pemurtad yang juga para pengikut Musailamah Al-Kadzzab itu menyebabkan 70 orang sahabat yang hafar Al-Qur'an gugur sebagai  syuhada. Khawatir akan  semakin hilangnya para penghafal Al-Qur'an sehingga kelestarian Al-Qur'an ikut terancam. Umar bin Khattab menemui Abu Bakar dan mengemukakan pendangannya agar segera menginstruksikan pengumpulan Al-Qur'an dari berbagai sumber. baik yang tersimpan dalam hafalan maupn tulisan.
Sahabat yang dipercaya dalam pengumpulan Al-Qur'an adalah Zaid bin Tsabit, dengan alasan Zaid adalah seorang juru tulis Nabi di samping itu ia juga hafal Al-Qur'an.
Dalam melaksanakan tugasnya Zaid menetapkan kriteria yang amat ketat untuk setiap ayat yang dikumpulkannya. ia tidak menerima ayat yang hanya berdasarkan hafalan tanpa didukung tulisan. Dalam penulisan Al-Qur'an. Zaid dibantu oleh beberapa sahabat yang semuanya hafal Al-Qur'an, yaitu Ubai bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib, dan Utsman bin Affan di bawah pengawasan Abu Bakar, Umar dan para sahabat lainnya.
Tugas pengumpulan dan penulisan Al-Qur'an oleh Zaid dapat terselesaikan dalam waktu kurang lebih satu tahun. yakni setelah pertempuran yamamah sampai dengan sebelum wafatnya Abu Bakar yaitu pada tahun ke 13 H.
Setelah Abu Bakar wafat, Naskah Al-Qur'an disimpan oleh umar bin Khattab (khalifah kedua) demi pengamanan. pemelilharaan Al-Qur'an pada masa Khalifah Umar tidak ada perkembangan baru.
Setelah Umar wafat, Al-Qur'an tidak disimpan oleh Utsman selaku Khalifah ketiga tetapi disimpan olhe hafsah atas pesan Umar dengan pertimbangan sebagai berikut :
1.Hafsah adalah istri Rasululllah dan putri Khalifah Umar.
2.Hafsah dikenal sebagai seorang yang cerdas dan pandai baca tulis serta sudah menghafal Al-Qur'an secara keseluruhannya.
b.Masa Khaligah Utsman bin Affan
Setelah Umar wafat timbullah suatu bencana yang membangkitkan Utsman untuk mengadakan perbaikan penulisan Al-Qur'an. Dalam pengiriman ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan, perbedaan bacaan muncul dikalangan tentara-tentara muslim yang sebagainya direkrut dari syiria dan sebagaian lagi dari Irak perbedaan tersebut menyebabkan Umat Islam saling menyalahkan sehingga terjdi perselisihan antara mereka. Perselisihan ini cukup serius sehingga menyebabkan pimpinan tentara muslim Hudzaifah Al-yamani melaporkannya kepada khalifah Utsman.
Setelah mendengar laporan tersebut Utsman membentuk panitia yang terdiri dari 4 orang yaitu Zaid bin Tsabit, Abdurrahman bin Harits bin Hisyam, Abdullah bin Zubair dan Said bin Ash, untuk ditugaskan menyalin shusuf Al-Qur'an yang disimpan oleh Hafsah.
Pedoman yang diberikan olhe panitia tersebut dalam penyalinan Al-Qur'an ialah apabila terjadi perbedaan Qiraat antara Zaid bin Tsabit dengan ketiga anggota lainnya, hendaklah ditulis menurut Qira’at Quraisy, karena Al-Qur'an diturunkan dengan menggunakan bahasa arab Quraisy. panitia Zaid dapat menyelesaikan tugas tersebut pada tahun 25 Hijriayah.
Panitia Zaid menyalin mushaf Hafsah ke dalam beberapa mushaf untuk dikirim ke beberapa daerah Islam. Menurut jumhur Ulama’, mushaf diperbanyak 5 buah, empat buah dikirim ke Makkah, Siria, Basrah dan Kuffah agar disalin di tempat-tempat tersebut. Mushaf yang satu lagi disimpan oleh Utsman dan inilah yang disebut dengan Mushaf Al-Imam.
Setelah penyalinan Al-Qur'an selesai, Khalifah Utsman menginstruksikan agar semua bentuk mushaf Al-Qur'an yang berbeda dengan mushaf Utsmani yang dikirimkan itu, supaya dimusnahkan atau di bakar sehingga seluruh teks seluruh salinan Al-Qur'an yang akan dibuat pada masa-masa selanjutnya harus didasarkan pada naskah-naskah standar tersebut.
Tujuan penulisan Al-Qur'an pada masa Khalifah Utsman :
1.Mempersatukan dan menyeragamkan tulisan dan ejaan Al-Qur'an bagi seluruh umat islam berdasarkan cara pembacaan yang diajarkan oleh Rasulullah dengan jalan mutawatir.
2.Supaya umat islam berpegang pada mushaf yang disusun dengan sempurna atas dasar tuntunan Rasulullah.
3.Mempersatukan urutan susunan surat-surat Al-Qur'an sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah yang diterima secara mutawattir.
Perbedaan penulisan Al-Qur'an pada masa Abu Bakar dan pada masa Utsman :
a.Pada masa Abu Bakar
1.Motivasi penulisannya adalah khawatir sirnanya Al-Qur'an dengan syahidnya beberapa penghafal Al-Qur'an pada perang yamamah.
2.Abu Bakar melakukannya dengan mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur'an yang terpencar-pencar pada pelepa kurma, kulit, tulang, lempengan batu dan sebagainya.
c.Pada masa Utsman bin Affan
1.Motivasi penulisannya karena terjadi banyak perselisihan di antara umat islam di dalam cara membaca Al-Qur'an
2.utsman melakukannya dengan cara memperbanyak salinan mushaf yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakra untuk dikirimkan ke berbagai wilayah islam.

B.Rasm Al-Qur'an
Yang dimaksud dengan Rasm Al-Qur'an atau Rasm Utsmani adalah bentuk tulisan Al-Qur'an yang ditetapkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Istilah Rasm Utsman lahir bersamaan dengan lahirnya Mushaf Utsmn yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri atas Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Al-Harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu, para Ulama’ meringkas kaidah itu menjadi 6 istilah yaitu :
1. Al-Hadzf (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf)
contohnya : menghilangkan huruf alif pada : ya’ nida’ يأيها الناس
ta’ tarbih seperti  هأنتم lafald jalalah  الله
kata “na” jika beriringan dengan dlomir  انجينكم
2. Az-Ziyadah (penambahan ) seperti penambahan huruf alif setelah wawu atau yang mempunyai hukum jama’ ( بنوا اسؤرائيل ) dan menambah alif setelah hamzah marsumah (hamzah yang terletak di atas tulisan wawu)
contoh : تالله تفتؤا
3. Al-Hamzah
Salah satu kaidahnya adalah apabila hamzah berharokat sukun, ditulis dengan huruf berharokat yang sebelumnya contoh ( ائذن ) dan ( اؤتمن )
4. Badal (penggantian) seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata الصلوة ، الزكوة ، الحيوة 
huruf “alif” ditulis dengan “ya” pada kata على ، مق ، بلى ، حتى ، إلى  

5. Washal dan fashal (penyambungan dan pemisah).
Seperti kata من   yang bersambungan dengan ما penulisannya disambung dengan huruf "ن" pada "م"  nya tidak ditulis menjadi مِمَّا
6. Kata yang dapat dibaca dua bunyi
suatu kata yang dapat dibaca dua bunyi penulisannya disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Di dalam mushaf Utsmani penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif. Contoh : ملك يومالدين
Selain ditulis dengan menggunakan kaidah-kaidah tersebut. Al-Qur'an yang ditiulis pada masa itu ditulis tanpa harokat (tanda baca) dan tanpa titik huruf. bagi para sahabat dan umat islm waktu itu tidak ada kesulitan untuk melisankan Al-Qur'an, kaena mereka disamping umumnya hafal, juga kaena Al-Qur'an dikumpulkan  dan ditulis dalam bahasa mereka. tetapi setelah daereah kekuasaan islam semakin meluas dan banyak bangsa non arabmemeluk islam, maka timbullah kesulitan membaca Al-Qur'an yang tanpa titik huruf dan tanpa tanda baca. Oleh karena itu timbullah usaha memberi tanda baca. Secara garis besar usaha tersebut adalah :
1. Abu Aswad Ad-Duali, salah seorang tabi’in pada masa Mu’awiyah mengambil inisiatif untuk memberi tanda titik dalam aq dengan tinta yang berbeda dengan tulisan Al-Qur'an. titik yang diletakkan di atas huruf menandakan baris fathah (bunyi a), titk di bawah menandakan kasroh (bunyi i) titik di sebelah kiri menandakan baris dlomah (bunyi u) dan titik dua menandakan tanwin (bunyi nun mati), tanda yang yang diberikan baru pada huruf terakhir dari setiap kata sehingga kesulitan membaca bagi bangsa non Arab tetap belum dapat dipebahkan
2. Usaha perbaikan tulisan Al-Qur'an selanjutnya dilakukan oleh Nash bin Asm dan Yahya bin Ya’mar pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M) dari dinasti Umaiyah, dengan menambah titik pada huruf-huruf Al. Titik tersebut dimaksudkan untuk membedakan huruf ba’, ta’ tsa dan ya.
3. karena terlalu banyak titik sehingga hampir-hampir tidak dapat dibedakan mana titik garis dan mana titik huruf. Kemudian Khalil bin Ahmad bn Amr mengubah sistem baris yang dibuat oleh Abu Aswad Ad Duwali, yaitu mengganti titik dengan huruf alif kecil di atas sebagai tanda fathah, huruf ya kecil sebagai tanda kasroh dan huruf wawu kecil sebagai tanda dlomah, menggunakan kepala sin untuk tanda syiddah kepala ha’ untuk sukun. Khalil juga menambahkan tanda mad, yaitu tanda bahwa huruf itu harus dibaca panjang. dan pendek sehingga menjadi bentuk yang ada sekarang.

Daftar Pustaka
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. 1985. At-Tibyan fi Ulumil Qur’an. Beirut Alimulkutub.
Al-Ibyariy, Ibrahim. 1993. Pengenalan Sejarah Al-Qur'an. Jakarta. Raja Grafindo persada
Az-Zanjani, Abu Abdullah. 1986. Tarikh Al-Qur'an. Bandung. Mizan. Anwar, Roschon. 2000. Ulumul Qur’an. Bandung Pustaka setia.

BAB I
PENGERTIAN QIRÂ`AT SAB‘AH
A. Pengertian Qirâ`at
Qirâ`at merupakan cabang ilmu tersendiri dalam ulumul Qur'an. Ilmu Qirâ`at tidak mempelajari halal-haram atau hukum-hukum tertentu. Menurut bahasa قراءات "Qirâ`ât" adalah bentuk jamak dari قراءة ”Qirâ`at” yang merupakan isim masdar dari قرأ ”Qara`a” artinya "Bacaan". Adapun menurut istilah, ilmu qira′at adalah sebagai berikut :
هُوَ عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ كَيْفِيَّةِ النُّطْقِ فِى الْكَلِمَاتِ الْقُرْاَنِيَّةِ وَطَرِيْقَةِ اَوَائِهَا اِتِّفَاقًا وَاخْتِلاَفًا مَعَ عِزٍّ وَكُلِّ وَجْهٍ لِنَاقِلِهِ.
“ Ilmu yang membahas tentang tata cara pengucapan kata-kata Al-Qur`an berikut cara penyampaiannya, baik yang disepakati (ulama ahli Al-Qur`an ) maupun yang terjadi dengan menisabkan setiap wajah bacaannya kepada seorang iman qiro’at".
Menurut Abu Syamah al-Dimisyqi adalah ilmu qirâ`at sebuah disiplin ilmu yang mempelajari cara melafalkan kosa kata Al-Qur`an dan perbedaannya yang disandarkan pada perawi yang mentransmisikannya.
Dengan jelas dapat kita ketahui bahwa al-Dimisyqi menganggap ilmu qirâ`at sebagai sebuah disiplin ilmu yang berbicara tentang tata cara artikulasi dan ragam perbedaan lafal Al-Qur`an . Beliau juga menegaskan dalam definisinya bahwa sumber dari Rasulullah SAW.
Syekh Az-Zarqoni mengistilahkan qirâ`at dengan : “suatu madzhab yang dianut oleh seorang imam dari pada imam qurro’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan Al-Qur`an al-Karîm dengan kesesuaian riwâyat dan tharîq darinya. Baik itu perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf atau pengucapan bentuknya. Di samping itu, Ibn Al-Jazari berpendapat bahwa Qirâ`at adalah pengetahuan tentang tatacara melafalkan kalimat-kalimat Al-Qur`an dan perbedaannya dengan membangsakannya kepada penukilnya.
Manna’ al-Qaththan berpendapat Qirâ`at adalah salah satu mazhab dari beberapa mazhab artikulasi (kosa kata) Al-Qur`an yang dipilih oleh salah seorang imam qirâ`at yang berbeda dengan mazhabnya.
Sedangkan Muhammad Ali Ash-Shabuni merumuskan definisi qirâ`at sebagai berikut : Qirâ`at adalah satu mazhab dari beberapa mazhab artikulasi (kosa kata) Al-Qur`an yang dipilih oleh salah seorang imam qirâ`at yang berbeda dengan mazhab lainnya serta berdasarkan pada sanad yang bersambung pada Rasulullah SAW.
Dari uraian di atas dapat diketahui aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi disiplin ilmu qirâ`at . Objek kajian (ontology) ilmu qairaat adalah Al-Qur`an dari segi perbedaan lafal dan cara artikulasinya. Metode mendapatkan (epistimologi) ilmu qirâ`at adalah melalui riwayat yang berasal dari Rasulullah SAW. Sementara nilai guna (aksiologi) ilmu qirâ`at, sebenarnya secara implicit dapat diketahui dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, yakni untuk mempertahankan keaslian materi yang disampaikan. Hal ini bisa dipahami karena fungsi sistem riwayat tidak lain untuk mempertahankan orisinilitas informasi maupun data yang dituturkan secara berantai. 

Sumber : http://hasyim-oink.blogspot.com/2009/07/qiraat-sabah.html

Monday, April 19, 2010

Mengenal Ulumul Qur'an

Mengenal Ulumul Qur'an
A. PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN
Ungkapan ulumul qur’an berasal dari bahasa arab yaitu dari kata ulum dan al-qur’an. Kata ulum jamak dari ilmu dan al-qur’an. Menurut Abu syahbah ulumul qur’an adalah sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan al-qur’an,mulai dari proses penurunan, urutan penulisan,kodifikasi,cara pembaca,penafsiran,nasikh mansukh,muhkam mutashabih serta pembahasan lainnya
B. SEJARAH TURUNNYA ALQUR’AN DAN PENULISAN ALQUR’AN
Hikmah diwahyukan alqur’an secara berangsur-angsur adalah al-qur’an diturunkan dalam waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari yaitu mulai dari malam 17 romadhan tahun 41 dari kelahiran nabi sampai 9 dzulhijah haji wada’ tahun 63 dari kelahiran nabi atau tahun 10 H. Proses turunnya ql-quran melalui 3 tahapan yaitu
1. Al-qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke lauh mahfuzh yaitu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah. Dalam firmanya “ Bahkan yang didustakan mereka ialah Al-qur’an yang mulia yang tersimpan dalam lauh al-mahfuzh (Q.S AL-buruuj :21-22)
2. Al-qur’an diturunkan dari lauh al mahfuzh ke bait Al-Izzah ( tempat yang berada di langit dunia )
3. Al-qur’an diturunkan dari bait al-Izzah ke dalam hati nabi melalui malaikat jibril dengan cara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Adakala satu ayat kadang satu surat.
Disamping hikmah diatas ada hikmah yang lainnya yaitu
1. Memantapkan hati nabi
2. Menentang dan melemahkan para penentang Al-qur’an
3. Memudahkan untuk dihafal dan difahami
4. mengikuti setiap kejadian yang menyebabkan turunya ayat-ayat al-qur’an dan melakukan penahapan dalam penetapan syari’at
5. membuktikan dengan pasti bahwa al-qur’an turun dari allah yang maha bijaksana
Penulisan al-qur’an pada masa Abu Bakar termotivasi karena kekwatiran sirnanya al-qur’an dengan syahitnya beberapa penghapal Al-qur’an pada perang yamamah, Abu bakar melakukan pengumpulan al-qur’an dengan mengumpulkan al-qur’an yang terpencar-pencar pada pelepah kurma,kulit,tulang dan sebagainya
C. ASBAB AN-NUZUL
Ungkapan asbab-nuzul merupakan bentuk idhofah dari asbab dan nuzul. Secara etimologi artinya sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu. Menurut Az-zargani Asbabuan-nuzul adalah sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunya ayat Al-qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.Menurut Az-zargani urgensi asbab an-nuzul dalam mmahami Al-qur’an adalah
1. Membantu dan memahami sekaligus mengatasi ketidak pastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-qur’an.
2. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
3. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat al-qur’an bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat kusus.
4. Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan turunnya ayat al-qur’an.
5. Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat serta untuk memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya.
D. MUNASABAH AL QUR’AN
Menurut Manna Al-qathan munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat,atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat dalam al-qur’an. As-Suyuti menjelaskan langkah-langkah yang diperhatikan dalam menemukan munasabah yaitu:
a. Memperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian
b. Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat
c. Menentukan tingkatan uraian-uraian itu apakah ada hubungannya atau tidak
d. Dalam mengambil keputusan,hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkspan dengan benar dan tidak berlebihan
Macam-macam munasabah;
1. Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya: berfungsi sebagai menyempurnakan surat sebelumnya
2. Munasabah antara nama surat dan tujuan turunya
3. Munasabah antar bagian suatu ayat
4. Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan
5. Munasabah antara suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya
6. Munasabah antara fashilah (pemisah)dan isi ayat
7. Munasabah antara awal surat dengan akhir surat yang sama
8. Munasabah antara penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya
E. MAKIYAH DAN MADANIYAH
“Makiyah ialah ayat – ayat yang diturunkan sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah,kendatipun bukan turun di Mekkah .Madaniyah adalah ayat-ayat yang diturunkan sesudah Rasulullah hijrah ke Madinah,kendatipun bukan turun di madinah.Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah di sebut Madaniyyah walaupun turun di Mekkah atau Arafah.”
Ciri-ciri spesifik makiyah dan madaniyah
1. Makiyah
a. Di dalamnya terdapat sajadah
b. Ayat-ayatnya dimulai dengan kalla
c. Dimulai dengan ya-ayuha an-nas
d. Ayatnya mengandung tema kisah para nabi dan umat- umat terdahulu
e. Ayatnya berbicara tentang kisah nabi Adam dan Idris kecuali surat al-baqoroh
f. Ayatnya dimulai dengan huruf terpotong- potong seperti alif lam mim dan sebagainya
2. Madaniyah
a. Mengandung ketentuan-ketentuan faroid dan hadd
b. Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafikkecuali surat al-ankabut
c. Mengandung uraian tentang perdebatan dengan ahli kitab
F. MUHKAM DAN MUTASYABIH
Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang baik melalui ta’wil ataupun tidak
Ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui Allah seperti kedatangan kedatangan hari kiamat, kedatangan dajjal.
Hikmah keberadaan ayat mutasabih dalam Al-qur’an adalah:
1. Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
2. Teguran bagi orang-orang yang mengotak atik ayat mutasabih.
3. Memberikan pemahaman abstrak Illahi kepada manusia melalui pengalaman inderawi yang biasa disaksikannya.

G. QIRO’AT AL-QUR’AN
Qiro’at adalah ilmu yng mempelajari cara-cara mengucapkan kata-kata al-qur’an dan perbedaan-perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
Macam-macam qiro’at:
1. Qiro’at Sab’ah ( Qiro’at tujuh ) adalah imam-imam qiro’at ada tujuh orang, yaitu:
a. ‘Abdullah bin Katsir Ad-Dari (w.120 H ) dari Mekkah.
b. Nafi’ bin ‘Abdurrahman bin Abu Na’im (w .169 H ).dari madinah
c. ‘Abdullah Al-yashibi (w.118 H ) dari Syam
d. Abu Amar (w.154 H ) dari Irak
e. Ya’kub (w.205 H ) dari Irak
f. Hamzah (w.188 )
g. ‘Ashim (w.127 H )
2. Qiro’ah Asyiroh adalah qiro’ah sab’ah ditambah dengan 3 imam yaitu: Abu Ja’far, Ya’kub bin Ishaq, kalaf bin hisyam
3. Qiro’ah Arba Asyiroh (qiro’ah empat belas) yaitu qiro’ah sepuluh ditambah dengan 4 imam yaitu Al-hasan al basri, muhammad bin abdul rohman,yahya bin mubarok,Abu fajr muhammad bin ahmad.
Dari segi kualitas qiro’ah dapat dibagi menjadi
1. Qiro’ah Mutawwatir yaitu qiro’ah yang disampakan kelompok orang yang sanatnya tidak berbuat dusta
2. Qiro’ah Mashur yaitu qiro’ah yang memiliki sanad sahih dan mutawatir
3. Qiro’ah ahad yaitu memiliki sanad sahih tapi menyalahi tulisan mushaf usmani dan kaidah bahasa Arab
4. Qiro’ah Maudhu yaitu palsu
5. Qiroah Syadz Yaitu menyimpang
6. Qiro’ah yang menyerupai hadist mudroj (sisipan)
Sumber : http://yodisetyawan.wordpress.com/2008/05/02/resume-kajian-ulumul-qur%E2%80%99an/

Pengertian dan Sejarah Qiro'ah Sab'ah

A. Pengertian Qira’atdan Perbedaanya dengan Riwayat dan Tariqah

Menurut bahasa, Qira’at(قراءات) adalah bentuk jamak dari qira>’ah (قراءة) yang merupakan isim masdar dari qaraa (قرأ), yang artinya : bacaanPengertian Qira’at menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh keluasan makna dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut. Berikut ini akan diberikan dua pengertian Qira’atmenurut istilah. Qira’atmenurut al-Zarkasyi merupakan perbedaan lafal-lafal al-Qur'an, baik menyangkut huruf-hurufnya maupun cara pengucapan huruf-huruf tersebut, sepeti takhfif, tasydid dan lain-lain.

Dari pengertian di atas, tampaknya al-Zarkasyi hanya terbatas pada lafal-lafal al-Qur'an yang memiliki perbedaan Qira’atsaja. Ia tidak menjelaskan bagaimana perbedaan Qira’atitu dapat terjadi dan bagaimana pula cara mendapatkan Qira’atitu.

Ada pengertian lain tentang Qira’atyang lebih luas daripada pengertian dari al-Zarkasyi di atas, yaitu pengertian Qira’atmenurut pendapat al-Zarqani.

Al-Zarqani memberikan pengertian Qira’atsebagai : “Suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam dari para imam qurra’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur’an al-Karim dengan kesesuaian riwayat dan thuruq darinya. Baik itu perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf ataupun pengucapan bentuknya.”

Ada beberapa kata kunci dalam membicarakan qiraat yang harus diketahui. Kata kunci tersebut adalah Qira’atriwayatdan tariqah. Berikut ini akan dipaparkan pengetian dan perbedaan antara Qira’atdengan riwayatdan tariqah, sebagai berikut :

a. Qira’ata dalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam dari qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas; seperti Qira’atNafi’, Qira’atIbn Kasir, Qira’atYa’qub dan lain sebagainya.

b. Sedangkan Riwayat adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang perawi dari para qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Nafi’ mempunyai dua orang perawi, yaitu Qalun dan Warsy, maka disebut dengan riwayatQalun ‘anNafi’ atau riwayatWarsy ‘an Nafi’.

c. Adapun yang dimaksud dengan tariqah adalah bacaan yang disandarkan kepada orang yang mengambil Qira’atdari periwayat qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Warsy mempunyai dua murid yaitu al-Azraq dan al-Asbahani, maka disebut tariq al-Azraq ‘an Warsy, atau riwayat Warsy min thariq al-Azraq. Bisa juga disebut dengan Qira’atNafi’ min riwayati Warsy min tariq al-Azraq.

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Qira’at

Pembahasan tentang sejarah dan perkembangan ilmu Qira’atini dimulai dengan adanya perbedaan pendapat tentang waktu mulai diturunkannya qira>’at. Ada dua pendapat tentang hal ini; Pertama, Qira’atmulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya al-Qur’an. Alasannya adalah bahwa sebagian besar surat-surat al-Qur’an adalah Makkiyah di mana terdapat juga di dalamnya Qira’atsebagaimana yang terdapat pada surat-surat Madaniyah. Hal ini menunjukkan bahwa Qira’atitu sudah mulai diturunkan sejak di Makkah.

Kedua, Qira’atmulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa Hijrah, dimana orang-orang yang masuk Islam sudah banyak dan saling berbeda ungkapan bahasa Arab dan dialeknya. Pendapat ini dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, demikian juga Ibn Jarir al-Tabari dalam kitab tafsirnya. Hadis yang panjang tersebut menunjukkan tentang waktu dibolehkannya membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf adalah sesudah Hijrah, sebab sumber air Bani Gaffar – yang disebutkan dalam hadis tersebut--terletak di dekat kota Madinah.

Kuatnya pendapat yang kedua ini tidak berarti menolak membaca surat-surat yang diturunkan di Makkah dalam tujuh huruf, karena ada hadis yang menceritakan tentang adanya perselisihan dalam bacaan surat al-Furqan yang termasuk dalam surat Makkiyah, jadi jelas bahwa dalam surat-surat Makkiyah juga dalam tujuh huruf.

Ketika mushaf disalin pada masa Usman bin Affan, tulisannya sengaja tidak diberi titik dan harakat, sehingga kalimat-kalimatnya dapat menampung lebih dari satu Qira’atyang berbeda. Jika tidak bisa dicakup oleh satu kalimat, maka ditulis pada mushaf yang lain. Demikian seterusnya, sehingga mushaf Usmani mencakup ahruf sab’ah dan berbagai Qira’atyang ada.

Periwayatan dan Talaqqi (si guru membaca dan murid mengikuti bacaan tersebut) dari orang-orang yang tsiqoh dan dipercaya merupakan kunci utama pengambilan Qira’atal-Qur’an secara benar dan tepat sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Para sahabat berbeda-beda ketika menerima Qira’atdari Rasulullah. Ketika Usman mengirimkan mushaf-mushaf ke berbagai kota Islam, beliau menyertakan orang yang sesuai qiraatnya dengan mushaf tersebut. Qira’atorang-orang ini berbeda-beda satu sama lain, sebagaimana mereka mengambil Qira’atdari sahabat yang berbeda pula, sedangkan sahabat juga berbeda-beda dalam mengambil Qira’atdari Rasulullah SAW.

Dapat disebutkan di sini para Sahabat ahli Qira’atantara lain adalah : Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Ibn Mas’ud, Abu al-Darda’, dan Abu Musa al-‘Asy’ari.

Para sahabat kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri Islam dengan membawa Qira’atmasing-masing. Hal ini menyebabkan berbeda-beda juga ketika Tabi’in mengambil Qira’atdari para Sahabat. Demikian halnya dengan Tabiut-tabi’in yang berbeda-beda dalam mengambil Qira’atdari para Tabi’in.

Ahli-ahli Qira’atdi kalangan Tabi’in juga telah menyebar di berbagai kota. Para Tabi’in ahli Qira’atyang tinggal di Madinah antara lain : Ibn al-Musayyab, ‘Urwah, Salim, Umar bin Abdul Aziz, Sulaiman dan’Ata’ (keduanya putra Yasar), Muadz bin Harits yang terkenal dengan Mu’ad al-Qari’, Abdurrahman bin Hurmuz al-A’raj, Ibn Syihab al-Zuhri, Muslim bin Jundab dan Zaid bin Aslam.

Yang tinggal di Makkah, yaitu: ‘Ubaid bin’Umair, ‘Ata’ bin Abu Rabah, Tawus, Mujahid, ‘Ikrimah dan Ibn Abu Malikah.

Tabi’in yang tinggal di Kufah, ialah : ‘Alqamah, al-Aswad, Maruq, ‘Ubaidah, ‘Amr bin Surahbil, al-Haris bin Qais,’Amr bin Maimun, Abu Abdurrahman al-Sulami, Said bin Jabir, al-Nakha’i dan al-Sya'bi.

Sementara Tabi’in yang tinggal di Basrah , adalah Abu ‘Aliyah, Abu Raja’, Nasr bin ‘Asim, Yahya bin Ya’mar, al-Hasan, Ibn Sirin dan Qatadah.

Sedangkan Tabi’in yang tinggal di Syam adalah : al-Mugirah bin Abu Syihab al-Makhzumi dan Khalid bin Sa’d.

Keadaan ini terus berlangsung sehingga muncul para imam qiraat yang termasyhur, yang mengkhususkan diri dalam Qira’at– Qira’attertentu dan mengajarkan Qira’atmereka masing-masing.

Perkembangan selanjutnya ditandai dengan munculnya masa pembukuan qira’at. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu Qira’at adalah Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Salam yang wafat pada tahun 224 H. Ia menulis kitab yang diberi nama al-Qira’atyang menghimpun qiraat dari 25 orang perawi. Pendapat lain menyatakan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu qiraat adalah Husain bin Usman bin Tsabit al-Baghdadi al-Dharir yang wafat pada tahun 378 H. Dengan demikian mulai saat itu Qira’atmenjadi ilmu tersendiri dalam ‘Ulum al-Qur’an.

Pada penghujung Abad ke III Hijriyah, Ibn Mujahid menyusun Qira’atSab’ah dalam kitabnya Kitab al-Sab’ah. Dia hanya memasukkan para imam qiraat yang terkenal siqat dan amanah serta panjang pengabdiannya dalam mengajarkan al-Qur’an, yang berjumlah tujuh orang. Tentunya masih banyak imam Qira’atyanng lain yang dapat dimasukkan dalam kitabnya.

Abu al-Abbas bin Ammar mengecam Ibn Mujahid karena telah mengumpulkan Qira’atsab’ah. Menurutnya Ibn Mujahid telah melakukan hal yang tidak selayaknya dilakukan, yang mengaburkan pengertian orang awam bahwa Qiraat Sab’ah itu adalah ahruf sab’ah seperti dalam hadis Nabi itu. Dia juga menyatakan, tentunya akan lebih baik jika Ibn Mujahid mau mengurangi atau menambah jumlahnya dari tujuh, agar tidak terjadi syubhat.

Banyak sekali kitab-kitab qiraat yang ditulis para ulama setelah Kitab Sab’ah ini. Yang paling terkenal diantaranya adalah : al-Taysir fi> al-Qira’atal-Sab’i yang diisusun oleh Abu Amr al-Dani, Matan al-Syatibiyah fi> Qira’atal-Sab’i karya Imam al-Syatibi, al-Nasyr fi> Qira’atal-‘Asyr karya Ibn al-Jazari dan Itaf Fudala’ al-Basyar fi> al-Qira’atal-Arba’ah ‘Asyara karya Imam al-Dimyati al-Banna. Masih banyak lagi kitab-kitab lain tentang Qira’atyang membahas qiraat dari berbagai segi secara luas, hingga saat ini.

C. Pembagian Qira’at dan Macam-macamnya

Ibn al-Jazari, sebagaimana dinukil oleh al-Suyuti, menyatakan bahwa Qira’at dari segi sanad dapat dibagi menjadi 6 (enam) macam, yaitu :

a) Qira’at Mutawatir

Qira’at Mutawatir adalah Qira’atyang diriwayatkan oleh orang banyak dari banyak orang yang tidak mungkin terjadi kesepakatan diantara mereka untuk berbuat kebohongan.

Contoh untuk Qira’atmutawatir ini ialah Qira’atyang telah disepakati jalan perawiannya dari imam Qiraat Sab’ah

b) Q ira’at Masyhur

Qira’atMasyhur adalah Qira’atyang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. diriwayatkan oleh beberapa orang yang adil dan kuat hafalannya, serta Qira’at-nya sesuai dengan salah satu rasam Usmani; baik Qira’atitu dari para imam Qira’at sab’ah, atau imam Qiraat’asyarah ataupun imam-imam lain yang dapat diterima Qira’at-nya dan dikenal di kalangan ahli Qira’atbahwa Qira’atitu tidak salah dan tidak syadz, hanya saja derajatnya tidak sampai kepada derajat Mutawa>tir

Misalnya ialah Qira’atyang diperselisihkan perawiannya dari imam Qira’atSab’ah, dimana sebagian ulama mengatakan bahwa Qira’atitu dirawikan dari salah satu imam Qira’atSab’ah dan sebagian lagi mengatakan bukan dari mereka.

Dua macam Qira’atdi atas, Qira’atMutawatir dan Qira’atMasyhur, dipakai untuk membaca al-Qur’an, baik dalam shalat maupun diluar shalat, dan wajib meyakini ke-Qur’an-annya serta tidak boleh mengingkarinya sedikitpun.

c) Q ira’at Ahad

Qira’at Ahad adalah qiraat yang sanadnya bersih dari cacat tetapi menyalahi rasam Utsamani dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Juga tidak terkenal di kalangan imam qiraat.

Qira’at Ahad ini tidak boleh dipakai untuk membaca al-Qur’an dan tidak wajib meyakininya sebagai al-Qur’an.

d) Qira’at Syazah

Qira’at Syazah adalah Qira’atyang cacat sanadnya dan tidak bersambung sampai kepada Rasulullah SAW.

Hukum Qiraat Syazah ini tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar sholat.

Qira’atSyazah dibagi lagi dalam 5 (lima) macam, sebagai berikut :

1. Ahad, yaitu Qira’atyang sanadnya sahih tetapi tidak sampai mutawatir dan menyalahi rasam Usmani atau kaidah bahasa Arab.

2. Syaz, yaitu Qira’atyang tidak mempunyai salah satu dari rukun yang tiga.

3. Mudraj, yaitu Qira’atyang ditambah dengan kalimat lain yang merupakan tafsirnya.

4. Maudu’, yaitu Qira’at yang dinisbahkan kepada orang yang mengatakannya (mengajarkannya) tanpa mempunyai asal usul riwayat qiraat sama sekali.

5. Masyhur, yaitu Qira’atyang sanadnya shahih tetapi tidak mencapai derajat mutawatir serta sesuai dengan kaeidah tata bahasa Arab dan Rasam Usmani.

e) Qira’at Maudu’

Qira’at Maudu’ adalah Qira’atyang dibuat-buat dan disandarkan kepada seseorang tanpa mempunyai dasar periwayatan sama sekali.

f) Qira’at Syabih bil Mudraj

Qiraat Sabih bil Mudraj adalah Qira’atyang menyerupai kelompok Mudraj dalam hadis, yakni Qira’atyang telah memperoleh sisipan atau tambahan kalimat yang merupakan tafsir dari ayat tersebut.

D. Beberapa bembagian qiro’at menurt tingkatan

Berikut ini adalah pembagian tingkatan qiraat para imam qiraat berdasarkan kemutawatiran qiraat tersebut, para ulama telah membaginya ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :

1. Qira’atyanng telah disepakati kemutawatirannya tanpa ada perbedaan pendapat di antara para ahli Qira’atyaitu para imam Qira’atyang tujuh orang (Qira’atSab’ah)

2. Qira’at yang diperselisihkan oleh para ahli Qira’at tentang kemutawatirannya, namun menurut pendapat yang shahih dan masyhur qiraat tersebut mutawatir, yaitu Qira’atpara imam Qira’atyang tiga; imam Abu Ja’far, Imam Ya’kub dan Imam Khalaf.

3. Qira’at yang disepakati ketidak mutawatirannya (Qira’atsyaz) yaitu Qira’atselain dari Qira’atpara imam yang sepuluh (Qira’at‘Asyarah).

E. Mengenal Imam-Imam Qira’at

Berikut ini adalah para imam Qira’atyang terkenal dalam sebutan Qira’atSab’ah dan Qiraat ‘Asyarah , serta Qira’atArba’ ‘Asyara :

1. Nafi’al-Madani

Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim al-Laitsi, maula Ja’unah bin Syu’ub al-Laitsi. Berasal dari Isfahan. Wafat di Madinah pada tahun 177 H.

Ia mempelajari Qira’atdari Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’, Abdurrahman bin Hurmuz, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi; mereka semua menerima qiraat yang mereka ajarkan dari Ubay bin Ka’ab dari Rasulullah.

Murid-murid Imam Nafi’ banyak sekali, antara lain : Imam Malik bin Anas, al-Lais bin Sa’ad, Abu ‘Amar ibn al-‘Alla’, ‘Isa bin Wardan dan Sulaiman bin Jamaz.

Perawi Qira’atImam Nafi’ yang terkenal ada dua orang, yaitu Qaaluun (w. 220 H) dan Warasy (w.197 H).

2. Ibn Kasir al-Makki

Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Kasir bin Umar bin Abdullah bin Zada bin Fairuz bin Hurmuz al-Makki. Lahir di Makkah tahun 45 H. dan wafat juga di Makkah tahun 120 H.

Beliau mempelajari Qira’atdari Abu as-Sa’ib, Abdullah bin Sa’ib al-Makhzumi, Mujahid bin Jabr al-Makki dan Diryas (maula Ibn ‘Abbas). Mereka semua masing-masing menerima dari Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Umar bin Khattab; ketiga Sahabat ini menerimanya langsung dari Rasulullah SAW.

Murid-murid Imam Ibn KAsir banyak sekali, namun perawi qiraatnya yang terkenal ada dua orang, yaitu Bazzi (w. 250 H) dan Qunbul (w. 251 H).

3. Abu’Amr al-Basri

Nama lengkapnya Zabban bin ‘Alla’ bin ‘Ammar bin ‘Aryan al-Mazani at-Tamimi al-Bashr. Ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Yahya. Beliau adalah imam Bashrah sekaligus ahli qiraat Bashrah. Beliau lahir di Mekkah tahun 70 H, besar di Bashrah, kemudian bersama ayahnya berangkat ke Makkah dan Madinah. Wafat di Kufah pada tahun 154 H.

Beliau belajar Qira’atdari Abu Ja’far, Syaibah bin Nasah, Nafi’ bin Abu Nu’aim, Abdullah ibn Kasir, ‘Ashim bin Abu al-Nujud dan Abu al-‘aliyah. Abu al-‘Aliyah menerimanya dari Umar bin Khattab, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Abbas. Keempat Sahabat ini menerima Qira’atlangsung dari Rasulullah SAW.

Murid beliau banyak sekali, yang terkenal adalah Yahya bin Mubarak bin Mughirah al-Yazidi (w. 202 H.) Dari Yahya inilah kedua perawi qiraat Abu ‘Amr menerima qiraatnya, yaitu al-Duuri (w. 246 H) dan al-Suusii (w. 261 H).

4. Abdullah bin ‘Amir al-Syami

Nama lengkapnya adalah Abdullah bin ‘Amir bin Yazid bin Tamim bin Rabi’ah al-Yahshabi. Nama panggilannya adalah Abu ‘Amr, ia termasuk golongan Tabi’in. Beliau adalah imam qiraat negeri Syam, lahir pada tahun 8 H, wafat pada tahun 118 H di Damsyik.

Ibn ‘Amir menerima Qira’atdari Mugirah bin Abu Syihab, Abdullah bin Umar bin Mugirah al-Makhzumi dan Abu Darda’ dari Utsaman bin Affan dari Rasulullah SAW.

Di antara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya yang terkenal adalah Hisyam (w. 145 H) dan Ibn Zakwaan (w. 242 H).

5. ‘Ashim al-Kufi

Nama lengkapnya adalah ‘Ashim bin Abu al-Nujud. Ada yang mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Abdullah, sedang Abu al-Nujud adalah nama panggilannya. Nama panggilan ‘Ashim sendiri adalah Abu Bakar, ia masih tergolong Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 127 H.

Beliau menerima Qira’atdari Abu Abdurrahman bin Abdullah al-Salami, Wazar bin Hubaisy al-Asadi dan Abu Umar Saad bin Ilyas al-Syaibani. Mereka bertiga menerimanya dari Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud menerimanya dari Rasulullah SAW.

Di antara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya yang terkenal adalah Syu’bah (w.193 H) dan Hafs (w. 180H).

6. Hamzah al-Kufi

Nama lengkapnya adalah Hamzah bin Habib bin ‘Ammarah bin Ismail al-Kufi. Beliau adalah imam qiraat di Kufah setelah Imam ‘Ashim. Lahir pada tahun 80 H., wafat pada tahun 156 H di Halwan, suatu kota di Iraq.

Beliau belajar dan mengambil qiraat dari Abu Hamzah Hamran bin A’yun, Abu Ishaq ‘Amr bin Abdullah al-Sabi’I, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Ya’la, Abu Muhammad Talhah bin Mashraf al-Yamani dan Abu Abdullah Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainul ‘Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib serta Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah SAW.

Di antara para muridnya yang menjadi perawi Qira’at-nya yang terkenal adalah Khalaf (w. 150 H) dan Khallad (w. 229 H).

7. Al-Kisa’i al-Kufi

Nama lengkapnya adalah Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Usman al-Nahwi. Nama panggilannya Abul Hasan dan ia bergelar Kisa’i karena ia mulai melakukan ihram di Kisaa’i. Beliau wafat pada tahun 189 H.

Beliau mengambil Qira’atdari banyak ulama. Diantaranya adalah Hamzah bin Habib al-Zayyat, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laia, ‘Ashim bin Abun Nujud, Abu Bakar bin’Ilyasy dan Ismail bin Ja’far yang menerimanya dari Syaibah bin Nashah (guru Imam Nafi’ al-Madani), mereka semua mempunyai sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW.

Murid-murid Imam Kisaa’i yang dikenal sebagai perawi yang dikenal sebagai perawi qira>’at-nya adalah al-Lais (w. 240 H) dan Hafsh al-Duuri (w. 246 H).

Untuk melengkapi jumlah Qira’atmenjadi Qira’at‘Asyarah, maka ditambahkan imam-imam Qira’atberikut ini :

8. Abu Ja’far al-Madani

Nama lengkapnya adalah Yazid bin Qa’qa’ al-Makhzumi al-Madani. Nama panggilannya Abu Ja’far. Beliau salah seorang Imam Qiraat ‘Asyarah dan termasuk golongan Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 130 H.

Beliau mengambil qiraat dari maulanya, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah, Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah, mereka bertiga menerimanya dari Ubay bin Ka’ab. Abu Hurairah dan Ibn Mas’ud mengambil qiraat dari Zaid bin Tsabit, dan mereka semua menerimanya dari Rasulullah SAW.

Murid Imam Abu Ja’far yang terkenal menjadi perawi qiraatnya adalah Isa bin Wardaan (w. 160 H) dan Ibn Jammaz (w. 170 H).

9. Ya’qub al-Bashri

Nama lengkapnya adalah Ya’qub bin Ishaq bin Zaid bin Abdullah bin Abu Ishaq al-Hadrami al-Mishri. Nama panggilannya Muhammad. Beliau seorang imam qiraat yang besar, banyak ilmu,shalih dan terpercaya. Beliau merupakan sesepuh utama para ahli qiraat sesudah Abu ‘Amr bin al-‘Alla’. Beliau wafat pada bulan Zul Hijjah tahun 205 H.

Beliau mengambil qiraat dari Abdul Mundir Salam bin Sulaiman al-Muzanni, Syihab bin Syarnafah, Abu Yahya Mahd bin Maimun dan Abul Asyhab Ja’far bin Hibban al-‘Autar. Semua gurunya ini mempunyai sanad yang bersambung kepada Abu Musa al-Asy’ari dari Rasulullah SAW.

Murid sekaligus perawi dari qiraat Imam Ya’qub yang terkenal adalah Ruwas (w. 238 H) dan Ruh (w. 235 H).

Dan masih banyak lg yang lainnya yang tidak mungkin kami sebutkan.

F. Syarat-Syarat Sahnya Qiraat

Para ulama menetapkan tiga syarat sah dan diterimanya qiraat. yaitu :

1) Sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab.

2) Sesuai dengan tulisan pada salah satu mushaf Usmani, walaupun hanya tersirat.

3) Shahih sanadnya.

Yang dimaksud dengan “sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab“ ialah: tidak menyalahi salah satu segi dari segi-segi qawa’id bahasa Arab, baik bahasa Arab yang paling fasih ataupun sekedar fasih, atau berbeda sedikit tetapi tidak mempengaruhi maknanya. Yang lebih dijadikan pegangan adalah qiraat yang telah tersebar secara luas dan diterima para imam dengan sanad yang shahih.

Sementara yang dimaksud dengan “sesuai dengan salah satu tulisan pada mushaf Usmani” adalah sesuainya qiraat itu dengan tulisan pada salah satu mushaf yang ditulis oleh panitia yang dibentuk oleh Usman bin ‘Affan dan dikirimkannya ke kota-kota besar Islam pada masa itu.

Mengenai maksud dari “shahih sanadnya” ini ulama berbeda pendapat. Sebagian menganggap cukup dengan shahih saja, sebagian yang lain mensyaratkan harus mutawatir.
sumber : http://pandidikan.blogspot.com/2010/03/qiroah-al-sabah-dan-sejarahnya_24.html